Jumat, 12 Maret 2010

Hari-hari Gelap Itu ...

06 Oktober 1998

 MUNGKIN, pada akhirnya, sejarah milik para pemenang. Hal yang sama berlaku bagi Peristiwa G30S pada 1965. Sebelum Soeharto tumbang, versi yang berlaku resmi hanyalah buku putih buatan pemerintah Orde Baru. Versi lain hanya beredar dalam bentuk analisis Barat, misalnya, atau dengan suara pelan di kalangan terbatas. Di tengah hiruk-pikuk berbagai suara ini, ada rangkaian kejadian seputar G30S yang bisa dicatat, di antaranya:
Bulan Agustus 1965
Kesehatan Bung Karno makin merosot. Kondisi ini memicu beberapa pihak yang memiliki kepentingan. Aidit, lewat Biro Khusus PKI yang dipimpin Syam, semakin intensif dalam menggarap sejumlah perwira Angkatan Darat seperti Letkol Untung, Brigjen Soepardjo, dan Kolonel Latief. AD melakukan konsolidasi dengan adanya isu "Dewan Jenderal".
19 September 1965
Rapat kelima Dewan Revolusi--demikian sebutan Untung untuk kelompoknya--akhirnya memutuskan Letkol Untung sebagai pemimpin gerakan. Yang dibicarakan adalah perintah penjemputan perwira tinggi yang dikategorikan sebagai "Dewan Jenderal". Latief sempat memprotes penunjukan Untung. Namun, Syam meyakinkan bahwa Untung orang yang tepat.
21 September 1965
Pasukan Brawijaya menerima radiogram dari Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Mayjen Soeharto untuk berangkat ke Jakarta untuk berdefile pada Hari ABRI, 5 Oktober. Anehnya, ada perintah untuk melengkapi pasukan dengan peralatan tempur.
28 September 1965
Latief berkunjung ke rumah Soeharto untuk menanyakan sikap Soeharto terhadap isu Dewan Jenderal. Saat itu, menurut Latief, Soeharto menyatakan akan menyelidiki.
30 September 1965
Pagi hari
Tiga batalyon yang dipanggil Pangkostrad, yaitu Yon 530 Brawijaya, Yon 454 Diponegoro, dan Yon 328 Siliwangi, melakukan latihan upacara. Soeharto datang menginspeksi.
Malam hari, sekitar pukul 22.00
Latief mendatangi Soeharto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Menurut Latief, selain menengok Tomy yang ketumpahan sup, ia memberitahukan bahwa besok akan ada penjemputan para jenderal. Menurut versi Latief, reaksi Soeharto hanya manggut-manggut. Menurut versi Soeharto, ia melihat Latief di sal RSPAD.
Tengah malam
Pasukan Dewan Revolusi bergerak menuju kediaman para jenderal. Pemimpin pasukannya Letnan Doel Arief. Perintah Syam untuk menangkap hidup atau mati menyebabkan enam jenderal dan satu perwira pertama terbunuh. A.H. Nasution lolos.
1 Oktober 1965
  • Pasukan Untung menguasai RRI dan mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi yang menyingkirkan Dewan Jenderal yang berniat mengudeta Bung Karno.
  • Soepardjo berusaha menemui Bung Karno di istana, tapi Bung Karno telah berada di Halim Perdanakusuma.
  • Soepardjo dkk. berhasil menemui Bung Karno di Halim. Setelah diyakinkan bahwa tindakan yang diambil itu demi keselamatan dirinya, Bung Karno berjanji memberikan penyelesaian politis di antara pihak-pihak yang dianggap terlibat dalam pertikaian.
  • Pasukan Kostrad dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) mulai bergerak ke Halim dan Lubangbuaya.
2 Oktober 1965
  • Dengan pesawat, Aidit kabur ke Yogya, sementara Oemar Dhani ke Madiun.
  • Pukul 06.00, pasukan gabungan RPKAD dan Kostrad mengepung Lubangbuaya. Kekuatan Untung dipatahkan.
4 Oktober 1965
Soeharto berbicara di RRI dan TVRI bahwa para perwira korban penculikan disiksa secara kejam sebelum dibunuh oleh PKI.
5 Oktober 1965
Para pahlawan revolusi dimakamkan. Harian Angkatan Bersenjata memuat foto korban dalam kondisi membusuk. Emosi rakyat mulai bangkit.
6 Oktober 1965
Pada saat Sidang Kabinet Dwikora di Bogor, Bung Karno menyatakan tidak merestui Dewan Revolusi. Akibatnya, PKI semakin tersudut. Maka, ketika tentara dan kekuatan sipil mulai bergerak, pemberantasan sisa PKI pun tak terhindarkan.
YAP (dari berbagai sumber)

Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1998/10/06/WAW/mbm.19981006.WAW95792.id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar